Di Halte
Bis
Oleh Nur AK
Sabtu, 6 Juli 2013
Menjelang petang itu, langit membaurkan buratan
warna oren kemerahan, menyuguhkan keindahan alam di tengah hiruk pikuk
metropolitan. Gedung-gedung tinggi menghadang semburan warna yang diperlihatkan
pada dunia. Seperti sebuah tanda untuk memberitahukan manusia bahwa mereka
harus berhenti dari rutinitas, meninggalkan sejenak pekerjaan dan kembali ke
peraduan. Orang-orang berhambur keluar dari gedung-gedung tinggi itu. Mereka berlalu-lalang
tanpa menghiraukan keindahan alam di kota metropolitan ini. Berpakaian rapih
seperti halnya eksekutif muda. Namun, terlihat kepenatan dalam garis wajah
mereka. Ya! Kepenatan setelah berjam-jam menghabiskan waktu untuk bekerja,
memenuhi tuntutan hidup. Dan aku duduk termangu di halte bis, menikmati
sentuhan alam dan seliweran orang dalam kesibukannya masing-masing. Begitu juga
dengan orang-orang itu, aku baru pulang dari kantorku. Namun, ku luangkan waktu
sejenak untuk sore yang indah ini untuk tidak segera pulang. Jarang aku mengamati
keindahan kota super sibuk ini. Kota ini adalah sebuah rutinitas kerja, itu
yang setidaknya kurasakan. Tidak ada waktu untuk mengindahkan hal lain selain
itu. Rutinitasku tersusun rapi selama 24 jam. Pagi aku berangkat kerja, sore
aku aku pulang atau kadang sekedar hangout
bersama teman lalu aku kembali untuk beristirahat dan begitu pula hari esok. Kesibukan
telah membutakanku dari sisi lain kota ini. Membiarkan aku terhanyut dalam
kehidupan yang aku jalani, terhanyut dalam aliran sungai yang terus mengalir,
dalam aliran yang tenang. Kadang terbesit dalam diriku untuk melakukan hal lain
di luar kesibukan pekerjaanku. Ah! Tapi toh ini membuatku nyaman, hidupku
berkecukupan dengan apa yang aku kerjakan, dan keinginan itu pun kembali
terlupakan oleh rutinitas.
Waktu
sudah menunjukan pukul 09.00 malam dan bis terakhir yang akan kutumpangi tak
kunjung datang, tapi tidak apalah, aku menunggu dan menikmatinya. Kota ini
tidak lagi seramai sore tadi. Sepertinya orang-orang telah kembali ke rumahnya
masing-masing, beristirahat untuk melanjutkan hari. Di atas langit itu, cahaya tenggelamnya
sang surya berubah menjadi bintang-bintang ceria. Kembali membuatku tergoda
untuk menyaksikan pertunjukkan alam ini. Gemerlapnya bintang-bintang berlomba
dengan jutaan cahaya lampu dari tiap gedung raksasa itu. Tapi sayang, terangnya
jutaan lampu bumi ini memudarkan cahaya bintang-bintang angkasa itu. Tak lama
waktu menjelang satu persatu orang keluar dari rumahnya. Ternyata perkiraan ku
salah. Aku pikir keterburu-buruan orang-orang yang tadi sore berseliweran itu
pergi untuk beristirahat dan bersiap untuk hari esok yang serupa. De Javu!
Kembali aku menyasikan mereka di hiruk pikuk metropolitan ini. Kembali aku
mengamati orang-orang yang tadi keluar kantor itu menuju tempat yang mereka mau.
Namun, beda halnya dengan sekarang. Tidak ada kesan formalitas di setiap jengkal
pakaian yang mereka pakai, tidak lagi gaya seorang eksekutif muda. Setiap orang
memiliki gaya pakaian yang berbeda-beda, tidak lagi sekaku tadi sore. Mereka
menuju tempat tujuannya masing-masing, aku lihat raut muka kebebasan di sana.
Orang-orang itu berjalan ringan, menghentakan setiap langkah terbalut wajah
penuh keceriaan dan harapan. Aku terdiam sejenak melihatnya, terkejut melihat
betapa mereka berbeda hanya berselang beberapa jam. Kota ini tidak lah sama di
setiap jamnya, aku berpikir betapa kakunya aku menjalani hari demi hari. Aku
termenung karena mereka dan diriku sendiri.
Kota ini
kembali sepi. Setiap orang sepertinya telah tiba di tempat yang mereka masing-masing
tuju. Tidak lagi padat dengan lalu-lalang manusia yang penuh dengan
pengharapan. Mereka mungkin sudah tiba di tempat tujuannya, barangkali. Aku
suka keadaan kota pada saat seperti ini, sunyi dan aman. Hanya ada aku di halte
bis itu, masih menunggu bis terakhirku yang tidak kunjung datang. Kini aku
tidak lagi ditemani cahaya bintang-bintan, tidak juga cahaya lampu kota yang
gemerlap itu. Satu persatu lampu kota dimatikan, bintang kini bersembunyi
dibalik tebalnya awan. Tapi aku masih duduk di situ bersama sinar bulan. Bulan
kini menerangi kota ini. Bercahayakan sinar bulan, kota ini terlihat samar. Namun,
aku masih dapat melihat kota ini dan kekhasan metropolisnya. Waktu hampir
menuju ke arah jam 12.00 malam. Beberapa orang hilir mudik di depan ku, entah
hendak kemana. Tak jauh aku melihat bisku akhirnya datang juga. Aku bersiap
meninggalkan halte ini dan kembali untuk beristirahat. Menjauh dari keramaian
metropolitan dan menyiapkan diri untuk hari esok. Bergegas aku naiki bis itu.
Di dalam bis aku sendiri, tidak ada penumpang lain. Mungkin sudah terlalu larut
bagi orang untuk pulang pada jam-jam seperti ini. Aku duduk di dekat jendela
bis, melihat kota ini dari sisi yang berbeda, dari jendela bis kota. Aku
kembali mengamati kota itu dari sini, melihat perbedaan yang ia perlihatkan
dari tiap waktu dan tiap tempat hingga akhirnya aku terlelap tidur di bis ini,
membiarkan bis ini membawaku pergi menuju tempatku beristirahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar